MediaBbc.co.id,. Palembang, Sumsel – Konflik terbuka antara dua aktivis terkemuka Sumatera Selatan, M. Ali, S.E., dan Nopri alias “Macan Tutul”, kini mencuat dan menarik perhatian publik luas.
Situasi ini semakin panas setelah Jaringan Aktivis 98 (“JA 98) menuding Gubernur Sumsel, H. Herman Deru (HD), sebagai dalang di balik perseteruan tersebut. Ketua “JA 98, Ramogers, menilai insiden ini sebagai bukti nyata kegagalan Gubernur HD dalam membina kader muda. Ia bahkan menegaskan akan membawa persoalan ini ke Bareskrim Mabes Polri.
“Konflik antar sesama aktivis seperti ini tidak boleh dibiarkan. Ini bukti HD gagal membina generasi muda Sumsel. Kami akan ambil langkah hukum!” ujar Ramogers dalam keterangan persnya.
JA 98 menyatakan kesiapan untuk memberikan pendampingan penuh kepada M. Ali, yang merupakan rekan sesama aktivis dan satu almamater. Pihaknya juga mengajak jaringan aktivis 98 di berbagai daerah untuk bersolidaritas dan mengambil sikap serupa.
Konflik ini berawal dari laporan dugaan pencemaran nama baik Gubernur Sumsel yang dilakukan oleh LSM “Macan Tutul” pimpinan Nopri terhadap M. Ali. Laporan tersebut sempat viral di media sosial, khususnya di WAG Gerbang 98 dan Instagram @ali.pudi.
Namun, JA 98 tak tinggal diam. Ramogers dengan tegas menyatakan bahwa Nopri hanyalah “wayang” dalam konflik ini, sementara “dalangnya” diduga adalah Gubernur HD sendiri.
“Kalau Nopri itu wayang, artinya ada dalangnya. Dalangnya itulah HD. Maka yang akan kami hadapi adalah dalangnya, bukan sekadar boneka!” ucap Ramogers lantang.
Demi mencegah konflik ini menimbulkan “korban” di kalangan aktivis, JA 98 menegaskan bahwa langkah hukum harus segera diambil. Mereka kini tengah mempersiapkan dokumen untuk melaporkan Gubernur HD ke Bareskrim Polri atas dugaan pengaruh negatif terhadap dinamika sosial aktivis muda di Sumatera Selatan.
“Sebelum ada korban, ini harus dicegah. Kita akan siapkan pelaporan ke Bareskrim. Jangan biarkan konflik horizontal antar aktivis dipelihara oleh penguasa,” tegasnya.
“JA 98 Galang Konsolidasi Nasional: Perjuangan Aktivis Tak Boleh Dikotori Kekuasaan
Untuk menghadapi situasi ini, Ramogers juga mengatakan akan menggalang komunikasi dan konsolidasi dengan jaringan aktivis 98 di daerah lain, mulai dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, hingga Sulawesi. Ia menekankan bahwa perjuangan aktivis tidak boleh dikotori oleh konflik yang didalangi kekuasaan.
“Kita akan bersatu kembali. Kawan-kawan di daerah sudah siap. Ini bukan sekadar konflik pribadi, tapi pengkhianatan terhadap nilai-nilai perjuangan aktivis 98,” tambahnya.
Sorotan dari Akademisi dan Sesama Aktivis
Dari alumni IBA, Kandidat Doktor Ilmu Politik Universitas Indonesia, Ade Indra, menyampaikan keprihatinannya.
“Yang pasti, saya sedikit prihatin atas pelaporan ini, karena ini bukan kali pertama. Pada tahun 2019, hal serupa pernah terjadi pada diri saya sendiri. Seharusnya, kita bisa belajar dari pengalaman ini. Jangan sedikit-sedikit lapor. Artinya, apa yang ada di kepalanya hanya ‘lapor’ saja. Tidak ada kapasitas intelektual di kepalanya,” pungkas Ade.
“Pelaporan ini membuktikan, pertama, bahwa mereka tidak memahami esensi demokrasi. Kedua, mereka tidak siap dikritik. Dan ketiga, adanya kesalahpahaman karena tidak memahami bahwa kritik itu adalah teman berpikir. Secara teori, bentuk antitesa yang melahirkan sintesa. Ini yang menjadikan kita kok Mengaku aktivis, tapi kok kapasitas berpikirnya tidak menunjukkan bahwa mereka aktivis. Kenapa yang mengemuka adalah emosi, bukan nalar sehat? Bukan aktivis yang intelektual, yang seharusnya menjadi semangat dari aktivis,” tambahnya.
Sementara itu, Presidium “JA 98, Rizky Pratama Saputra yang akrab disapa Kapten Meteor RPS, berharap permasalahan ini tidak dibesar-besarkan. “Sumsel ini zero konflik tapi bukan anti kritik. Pemerintah yang anti kritik adalah pemerintah yang gagal dalam melakukan edukasi kepada seluruh elemen masyarakat tentang arti demokrasi itu sendiri,” ujar RPS.
“Saya titip pesan kepada Pemimpin Sumsel, jangan jadikan sahabat-sahabat kami aktivis menjadi benturan sesama aktivis yang menegakkan demokrasi dan kritik yang baik untuk kemajuan Sumsel,” lanjutnya.
RPS menegaskan bahwa pemimpin yang anti kritik adalah pemimpin yang tidak mau memajukan pemikirannya sendiri, karena kritik adalah masukan yang baik untuk kemajuan daerah. “Satu pesan untuk aktivis: Bersatu tegakkan demokrasi di Sumsel!” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan resmi dari pihak terkait.
Catatan Redaksi :
“Semoga permasalahan ini segera menemukan solusi yang adil dan berkeadilan, demi tegaknya demokrasi di Sumatera Selatan!”