Oknum Kades di Banyuasin Diduga Lakukan Kekerasan Seksual, Saksi Diperiksa Polda Sumsel

MEDIABBC.co.id, PALEMBANG – Penanganan kasus dugaan kekerasan seksual yang menyeret seorang Kepala Desa sekaligus guru aktif di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, terus bergulir. Hari ini, dua saksi kunci, Tuti dan Rohani, menjalani pemeriksaan intensif oleh penyidik Subdit IV Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Ditreskrimum Polda Sumsel.

Kedua saksi hadir didampingi tim kuasa hukum korban, Palen Satria, S.H., dan Sri Evi Wulandari, S.H., S.Mi., yang menegaskan akan mengawal penuh proses hukum hingga tuntas.

“Pemeriksaan dua saksi hari ini penting karena mereka mengetahui langsung kronologi yang disampaikan korban. Ini bagian dari penguatan laporan kami,” tegas Palen kepada awak media di Mapolda Sumsel, Rabu (20/8).

Menurut Palen, tim hukum telah menyiapkan sejumlah barang bukti tambahan, termasuk pakaian korban saat kejadian, hasil visum, dan bukti percakapan digital antara korban dan terlapor. Bukti-bukti ini, lanjutnya, akan segera diserahkan untuk memperkuat konstruksi hukum dalam perkara yang dinilai sensitif ini.

“Kami mendesak penyidik untuk segera memanggil dan memeriksa terlapor. Tidak boleh ada kesan pembiaran,” ujar Palen.

Ironisnya, meskipun telah dilaporkan atas dugaan kekerasan seksual, terlapor diketahui masih aktif mengajar di salah satu sekolah di Banyuasin, meski dengan intensitas rendah, hanya hadir seminggu sekali.

Kondisi ini dinilai rawan mengganggu proses penyidikan dan memberi tekanan psikologis terhadap korban.

Sebagai respons, tim hukum telah menyusun surat resmi kepada Bupati Banyuasin, meminta agar terlapor dinonaktifkan sementara dari jabatan publik maupun peran pendidiknya.

“Penonaktifan ini krusial agar penyidikan berjalan objektif dan korban merasa aman. Pemkab Banyuasin harus menunjukkan keberpihakan pada keadilan,” kata Sri Evi Wulandari.

Tim kuasa hukum meminta aparat penegak hukum bergerak cepat dan profesional tanpa intervensi, mengingat pentingnya perlindungan terhadap korban dan dampak sosial dari kasus ini.

“Korban berhak atas keadilan, perlindungan, dan proses hukum yang tidak berlarut. Kami tidak ingin kasus ini diperlambat atau dikaburkan,” pungkas Palen.

Kasus ini menjadi sorotan luas di Sumatera Selatan, mengingat posisi strategis terlapor di pemerintahan desa dan lingkungan pendidikan. Publik menanti ketegasan aparat dalam menangani kasus yang menyentuh ranah kekerasan terhadap perempuan dan anak di bawah perlindungan hukum.(H Rizal).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *