Keterbukaan Informasi, Kunci Cegah Hoaks dan Manipulasi Pemilu

MEDIABBC.co.id , Sidoarjo – Direktur Eksekutif Human Studies Institute (HSI), Rasminto menegaskan pentingnya literasi keterbukaan informasi publik dalam konteks penyelenggaraan pemilu maupun pemilihan kepala daerah. Hal itu disampaikan saat menjadi narasumber dalam forum Literasi Keterbukaan Informasi Publik Pemilu dan Pemilihan yang diselenggarakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI di Aula Gedung BKD Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur (20/8/2025).

“Keterbukaan informasi publik merupakan amanat konstitusi sekaligus perintah tegas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum”, katanya dalam keterangan tertulis kepada wartawan (21/8/2025).

Ia menyebutkan, dua regulasi tersebut memberikan pijakan hukum bahwa setiap warga negara berhak memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif, khususnya terkait proses kepemiluan.

“UU KIP secara jelas menegaskan bahwa informasi publik adalah hak dasar warga negara. Sementara UU Pemilu menempatkan transparansi sebagai salah satu prinsip penyelenggaraan. Artinya, masyarakat tidak boleh diposisikan sekadar sebagai objek, melainkan sebagai subjek yang harus mendapatkan akses informasi utuh,” ujarnya.

Rasminto menekankan, hasil pemilu dan pemilihan, baik yang melahirkan para legislator maupun kepala daerah sesungguhnya merupakan buah langsung dari keterbukaan informasi publik yang dijamin selama proses penyelenggaraan.

“Keberadaan calon yang dikenal publik, visi-misi yang terbuka, hingga akses masyarakat terhadap sistem informasi seperti Sirekap, menjadi elemen kunci kepercayaan rakyat terhadap hasil demokrasi”, paparnya.

Rasminto pun menjelaskan kalau saat ini kita bisa melihat siapa yang duduk sebagai anggota DPRD, DPR RI, DPD RI maupun kepala daerah, itu adalah konsekuensi dari keterbukaan informasi di masa pemilihan.

“Tanpa keterbukaan, hasil itu bisa saja dipertanyakan legitimasinya. Maka masalah keterbukaan terkait data Sirekap, profil calon, hingga visi-misi kandidat bukan sekadar teknis, melainkan substansi demokrasi,” jelasnya.

Ia menambahkan, literasi keterbukaan informasi publik dalam pemilu tidak hanya bermakna administratif, melainkan juga substansial untuk menjaga kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.

“Keterbukaan informasi menjadi sarana pencegahan misinformasi, hoaks, maupun manipulasi data yang berpotensi merusak legitimasi hasil pemilu”, tukasnya.

Rasminto juga menegaskan peran strategis Bawaslu dalam mendorong keterbukaan informasi kepemiluan, baik dalam bentuk pengawasan, publikasi data, maupun membangun partisipasi masyarakat.

“Kualitas pemilu ditentukan bukan hanya oleh teknis penyelenggaraan, tetapi juga sejauh mana masyarakat bisa mengakses, memahami, dan menggunakan informasi publik sebagai instrumen pengawasan,” tuturnya.

Pakar Geografi Politik Unisma inipun mengingatkan bahwa literasi keterbukaan informasi publik adalah fondasi demokrasi sehat.

“Keterbukaan adalah pintu masuk untuk memperkuat keadilan, akuntabilitas, dan kepercayaan publik,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *