MEDIABBC.co.id, PALEMBANG, – Pernyataan Wakil Ketua I DPD RI Evi Aliya Maya yang menyebut sistem penerimaan murid baru (SPMB) di Sumatera Selatan (Sumsel) berjalan baik dan layak dijadikan percontohan, memicu kritik keras dari kalangan aktivis lokal.
Perwakilan Aktivis Sumatera Selatan, M. Sanusi Adi Salam, menyampaikan kecaman tajam atas pernyataan tersebut. Ia menilai pernyataan Evi menyesatkan dan mengabaikan realitas di lapangan.
“Prihatin, ini sangat menggiring opini seolah-olah SPMB Sumsel 2025 terbaik dan terbagus. Faktanya masih banyak catatan, bahkan ratusan siswa belum mendapatkan hak dasarnya: bersekolah,” kata Sanusi dalam pernyataan video berdurasi 2 menit 8 detik, Rabu (17/09/2025).
Sanusi menyebut sedikitnya 250 siswa di Sumsel hingga hari ini belum bersekolah karena berbagai persoalan dalam sistem penerimaan. Ia juga menuding DPD RI khususnya perwakilan dari Sumsel tidak sensitif terhadap masalah masyarakat.
“Anggota DPD RI seharusnya membuka fakta, data, belajar lebih giat, peka terhadap realitas, bukan hanya mengamini laporan dari birokrasi,” tegasnya.
Sebagai bentuk protes, Sanusi mengungkapkan pihaknya akan menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di depan kantor DPD RI perwakilan Sumsel.
“Kami akan turunkan massa. DPD RI sudah kehilangan fungsinya, hanya menjadi tukang legitimasi kebijakan pemerintah tanpa kontrol yang nyata. Ini mencoreng marwah perjuangan,” ucapnya.
Sanusi juga menyebut kinerja perwakilan DPD RI dari Sumsel tidak merepresentasikan aspirasi rakyat, khususnya dalam isu pendidikan.
Sebelumnya, dalam kunjungan kerja Komite III DPD RI ke SMKN 8 Palembang pada Senin (15/9), Wakil Ketua I DPD RI Evi Aliya Maya menyatakan bahwa pelaksanaan SPMB 2025 di Sumsel berjalan tertib, sesuai aturan, dan tanpa masalah.
“Jalur zonasi sudah sesuai dengan keputusan gubernur dan aturan Kementerian Pendidikan. Bahkan laporan dari Ombudsman RI Palembang pun nihil,” ujar Evi yang saat itu didampingi Pj Kadisdik Sumsel Hj Mondyaboni dan Kepala SMKN 8 Palembang Rafli SPd MPd.
Evi menilai Sumsel layak dijadikan contoh daerah lain, terutama dalam menjamin hak pendidikan bagi siswa kurang mampu.
Namun, pernyataan ini dinilai janggal oleh sejumlah pihak, mengingat masih adanya laporan masyarakat mengenai siswa yang belum mendapatkan bangku sekolah.
Pakar pendidikan dan pemerhati kebijakan publik mendorong agar dilakukan audit independen terhadap pelaksanaan SPMB Sumsel 2025, termasuk membuka ruang dialog antara pemerintah, DPD RI, aktivis pendidikan, dan masyarakat.
“Klaim sukses perlu diverifikasi. Tidak cukup hanya berdasarkan laporan formal atau kunjungan seremonial. Apalagi jika masih ada anak yang tertinggal dari akses pendidikan,” ujar Dwi Rahmawati, peneliti kebijakan pendidikan dari Pusat Studi Sosial Sumatera.
Kasus ini menegaskan pentingnya peran lembaga perwakilan seperti DPD RI untuk menjalankan fungsi pengawasan secara objektif, tidak hanya berdasarkan narasi tunggal dari birokrasi.(H Rizal).