MEDIABBC.co.id, PALEMBANG-
Kekerasan fisik terhadap Advokat Prasetya Sanjaya, S.H., M.H., C.MSP di Palembang pada 20 September lalu menuai kecaman keras dari berbagai pihak. Salah satu reaksi paling tegas datang dari Ahmad Rendy, S.H., Wakil Ketua Badan Penyuluhan dan Pembelaan Hukum (BPPH) Pemuda Pancasila Sumatera Selatan, yang menyebut insiden itu sebagai bentuk pelecehan terhadap hukum dan profesi advokat.
Prasetya Sanjaya diketahui menjadi korban pengeroyokan oleh sekelompok orang tidak dikenal saat menjalankan profesinya. Peristiwa itu diduga berkaitan dengan perkara yang tengah ia tangani. Meski belum ada penjelasan resmi dari kepolisian terkait motif dan pelaku, publik mulai mempertanyakan keseriusan penegakan hukum terhadap kasus yang menyasar penegak hukum itu sendiri.
“Profesi advokat dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003. Ketika advokat dianiaya, itu bukan hanya serangan terhadap pribadi, tapi juga terhadap sistem keadilan kita. Ini preseden berbahaya,” tegas Ahmad Rendy dalam pernyataan resminya kepada media, Senin (22/09/2025).
Ahmad Rendy dengan lantang menyebut insiden ini sebagai bentuk premanisme hukum yang tak bisa ditoleransi. Menurutnya, negara tak boleh tunduk kepada kekerasan, apalagi jika itu ditujukan kepada pihak yang menjalankan fungsi pengawasan hukum.
“Kami mengecam keras. Tidak boleh ada tempat bagi intimidasi terhadap advokat. Ini ujian nyata bagi komitmen negara terhadap supremasi hukum,” katanya.
Pihak BPPH juga secara terbuka mendesak Polrestabes Palembang dan Polda Sumsel untuk mengusut tuntas pelaku dan motif di balik penyerangan terhadap Prasetya Sanjaya. Mereka menilai, keterlambatan atau ketidaktransparanan dalam penanganan kasus ini hanya akan memperburuk kepercayaan publik terhadap institusi hukum.
“Kami tidak butuh janji, kami butuh aksi. Polisi harus tegas dan terbuka. Jangan sampai ada anggapan bahwa kekerasan terhadap advokat dianggap biasa,” ujar Rendy.
Lebih jauh, BPPH Pemuda Pancasila menyatakan komitmennya untuk memberikan pendampingan hukum dan advokasi kepada korban, termasuk mengawal proses hukum agar berjalan sesuai prinsip keadilan.
“Kami tidak akan tinggal diam. Kami akan kawal kasus ini dari awal hingga vonis dijatuhkan. Ini bukan hanya soal membela rekan seprofesi, tetapi soal menjaga marwah hukum,” kata Rendy.
Menutup pernyataannya, Ahmad Rendy mengingatkan bahwa tindakan kekerasan terhadap advokat tidak bisa dianggap sebagai kejadian biasa. Hal itu, menurutnya, adalah indikasi pelemahan sistem hukum jika tidak ditangani secara serius.
“Negara harus menunjukkan bahwa hukum adalah panglima. Bila advokat saja bisa dipukuli dan tidak ada kejelasan hukum, maka siapa lagi yang bisa merasa aman di republik ini?” pungkasnya.(H Rizal).