MEDIABBC.co.id – Banyuasin – Polemik penggunaan dana Pokok Pikiran (Pokir) DPRD Kabupaten Banyuasin untuk memberangkatkan 34 masyarakat umrah ke Tanah Suci terus memantik reaksi keras publik dan aktivis Sumatera Selatan.
Klaim yang disampaikan Kabag Kesra Setda Banyuasin di sejumlah media bahwa kegiatan itu “sudah sesuai aturan” dinilai aktivis tidak disertai penjelasan yang jelas mengenai dasar hukum, jumlah anggaran, dan data penerima manfaat. Pemkab Banyuasin didesak segera transparan.
Aktivis: Aturan Mana yang Memperbolehkan Pokir untuk Ibadah?
Aktivis sosial Sumatera Selatan–Jakarta, Ali Pudi, menilai pernyataan pihak Kesra terlalu normatif dan berpotensi menyesatkan. Menurutnya, tidak ada regulasi nasional yang secara eksplisit memperbolehkan dana Pokir DPRD digunakan untuk membiayai kegiatan ibadah seperti umrah.
“Kalau disebut sesuai aturan, maka harus dijelaskan aturan mana yang dimaksud. Apakah Perpres, Pergub, atau Perbup? Karena setahu saya, tidak ada satu pun regulasi yang membenarkan penggunaan dana Pokir untuk kegiatan ibadah,” tegas Ali, Kamis (10/10/2025).
Ali mengingatkan, Pokir DPRD adalah hasil penjaringan aspirasi yang diformalkan dalam RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah) untuk memperkuat perencanaan pembangunan daerah, bukan sebagai alokasi bantuan langsung atau pembiayaan kegiatan kelompok tertentu.
“Pokir itu bukan uang dewan, bukan juga dana hibah. Kalau digunakan untuk hal di luar prioritas daerah, ini bisa dikategorikan penyimpangan arah kebijakan,” tambahnya.
Pemkab Ditantang Buka Nama Peserta, Anggaran, dan Dasar Hukum
Senada, Ketua DPD Lembaga Pemantau Situasi Indonesia (LAPSI) Sumatera Selatan, Supeno, menekankan bahwa persoalan ini menyangkut moralitas dan transparansi pemerintah daerah.
“Jika benar program umrah itu sesuai aturan, maka Pemkab Banyuasin wajib menjelaskan sejelas-jelasnya: siapa saja nama 34 peserta yang diberangkatkan, berapa total anggaran yang digunakan, serta aturan apa yang menjadi dasar hukumnya,” tegas Supeno.
Supeno menyebut, pernyataan sepihak tanpa data hanya akan memperburuk kepercayaan publik. Ia juga mengingatkan bahwa sesuai Permendagri Nomor 77 Tahun 2020, setiap penggunaan dana APBD wajib memiliki output yang jelas, manfaat publik yang terukur, dan dasar hukum yang kuat.
“Pemerintah tidak boleh bermain-main dengan narasi ‘sesuai aturan’ jika dasar hukumnya tidak jelas. Keterbukaan ini adalah hak publik sesuai UU KIP,” ujarnya.
Desakan Penelusuran oleh Kejaksaan
Selain desakan transparansi, sejumlah kalangan juga mendorong Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyuasin untuk segera melakukan penelusuran menyeluruh terkait legalitas penggunaan dana Pokir untuk umrah ini. Langkah ini dinilai penting untuk mencegah penyimpangan APBD dan menjaga integritas pengelolaan keuangan daerah.
“Kejari Banyuasin harus turun tangan. Jangan tunggu gaduh dulu baru bertindak. Ini sudah menjadi perhatian publik,” pungkas Ali Pudi.
(Jack-red)