Aturan Diinjak, Truk Berat Bebas Lintasi Palembang di Siang Hari: Ada Pembiaran?

MEDIABBC.co.id, PALEMBANG – 

Kota Palembang kini dihadapkan pada masalah serius yang mencoreng wibawa aturan daerah. Truk-truk kontainer dan tronton bebas melintas di jam-jam terlarang, seolah menantang Peraturan Wali Kota (Perwako) Palembang Nomor 26 Tahun 2019 yang secara tegas membatasi jam operasional kendaraan berat.

Berdasarkan investigasi media dan temuan Lembaga Bantuan dan Pendampingan Hukum (LBPH) Kosgoro, kendaraan berat seharusnya dilarang melintas di dalam kota antara pukul 06.00–21.00 WIB, dan hanya diperbolehkan beroperasi pada malam hari, pukul 21.00–06.00 WIB. Adapun truk dari Pelabuhan Boom Baru hanya boleh keluar wilayah kota antara pukul 09.00–15.00 WIB.

Namun fakta di lapangan berkata lain. Truk-truk tersebut terlihat bebas berlalu-lalang di siang hari, tepat di tengah kepadatan lalu lintas masyarakat. Ketika aturan dibuat untuk menjaga ketertiban dan keselamatan, justru yang terjadi adalah pelanggaran terang-terangan.

“Kalau begini terus, Perwako hanya jadi formalitas. Jangan sampai aturan hanya berlaku untuk rakyat kecil, tapi tidak menyentuh perusahaan besar. Wali Kota harus turun langsung!” tegas DY, perwakilan LBPH Kosgoro.

LBPH Kosgoro menyebut lemahnya pengawasan dari Dinas Perhubungan Kota Palembang membuka ruang bagi pelanggaran masif ini. Pertanyaannya kini bukan lagi apakah Dishub mengetahui, tetapi mengapa Dishub membiarkan?

Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Selatan, Drs. H. Arinarsa JS, justru melempar tanggung jawab. “Silakan pertanyakan hal ini ke Dishub Kota Palembang,” balasnya singkat melalui pesan WhatsApp.

Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Dishub Provinsi memiliki fungsi strategis: mulai dari perumusan kebijakan, pengawasan, hingga penindakan. Lempar tanggung jawab dalam isu sebesar ini memunculkan spekulasi liar: Apakah ada unsur pembiaran sistemik? Atau ada kepentingan tertentu yang bermain di balik pelanggaran ini?

Lebih jauh, aktivitas kendaraan berat di luar jam operasional melanggar Pasal 287 ayat (1) UU No. 22/2009, dengan ancaman hukuman kurungan dua bulan atau denda hingga Rp500.000. Namun, tak terlihat adanya penindakan hukum berarti sejauh ini.

Situasi ini bukan hanya melanggar hukum, tapi juga mengancam keselamatan pengguna jalan lain, memperparah kemacetan, dan merusak citra penegakan hukum di mata publik. Pelanggaran terus terjadi, sementara aparat terkesan tutup mata.

“Kami akan terus kawal ini. Jangan sampai hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah,” tutup DY.

Kegagalan menegakkan Perwako bukan sekadar masalah administratif, tapi juga mencerminkan krisis integritas dan koordinasi antar instansi pemerintah. Jika pelanggaran terus dibiarkan tanpa tindakan tegas, maka yang tercoreng bukan hanya nama Dishub, tapi juga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah.

Saatnya Pemkot Palembang, Dishub, dan aparat penegak hukum turun langsung. Bukan hanya mengawasi, tapi menindak. Jika tidak, pelanggaran ini bisa jadi bukti nyata bahwa hukum di negeri ini masih bisa dibeli oleh kepentingan ekonomi.(H Rizal).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *