MEDIABBC.co.id, OGAN ILIR, SUMSEL-
Suasana religius dan hangat membanjiri Kampung Tanjung Kejasan, Desa Tanjung Seteko, Ogan Ilir, Jumat (26/09/2025).
Dalam semangat kebangkitan tradisi dan jati diri kampung, warga setempat menggelar Maulid Nabi Muhammad SAW bertajuk “Maulid Nabi di Kampung Ngajee”—sebuah perhelatan spiritual sekaligus deklarasi visi baru kampung sebagai pusat nilai keislaman dan budaya lokal.
Dipusatkan di Mushalla Rahmat Ramadhan, acara ini menghadirkan Ustadz Saiyid Mahadhir, ulama muda dari Urang Diri, yang memantik semangat umat dengan ceramah mendalam seputar keteladanan Rasulullah SAW dan urgensi membumikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan modern yang tetap berpijak pada tradisi.
“Kampung Ngajee bukan sekadar nama, ini adalah cita-cita besar kami—membangun kembali kampung sebagai ‘Mekah kecil’, pusat kebaikan sosial, gotong royong, dan keilmuan Islam yang membumi,” tegas Ustadz Mahadhir dalam tausiyahnya.
Peringatan Maulid dimulai dengan pembacaan Nazham Al-Barzanji, disusul penampilan tim hadrah yang membangkitkan suasana haru dan kekhusyukan. Masyarakat ikut ambil bagian lewat sumbangan makanan dan minuman, serta gotong royong menyukseskan acara sebagai wujud kolaborasi lintas generasi.
Tak hanya itu, panitia juga membagikan souvenir spesial bagi jamaah, mempertegas nilai inklusif dan keramahan yang menjadi ciri khas masyarakat Tanjung Kejasan.
Ketua Panitia, Heri Qusyairi, menekankan bahwa Maulid Nabi ini bukan hanya ritual tahunan, tetapi langkah awal membangun Kampung Tanjung Kejasan sebagai pusat belajar Islam dan mengaji bagi masyarakat luas.
“Kami ingin mengubah wajah kampung. Tanjung Kejasan harus dikenal sebagai tempat belajar, tempat tumbuhnya harapan baru. Kampung Ngajee adalah masa depan kami,” ujar Heri penuh semangat.
Nama “Kampung Ngajee” bukan hanya slogan. Ini adalah bagian dari gerakan sosial-pendidikan berbasis kampung yang bertujuan memperkuat identitas Islam Melayu serta menyatukan nilai religius dengan budaya lokal.
Dalam bahasa lokal, “ngajee” berarti mengaji—namun kini ia dimaknai lebih luas sebagai gerakan membangun peradaban kampung yang cerdas, spiritual, dan kolaboratif.
Salah satu simbol kebersamaan yang ditonjolkan dalam acara ini adalah “pajoan nasi minyak sekawa”—tradisi makan bersama yang merekatkan nilai gotong royong dan kekeluargaan masyarakat.
Melalui momentum Maulid ini, warga Tanjung Kejasan membuktikan bahwa modernitas tidak harus memutus akar tradisi. Justru dari desa yang bersahaja ini, nilai-nilai luhur Islam dan budaya lokal dapat diramu menjadi kekuatan sosial baru yang menginspirasi.
Dengan semangat “Kampung Ngajee”, Tanjung Kejasan kini menatap masa depan sebagai pusat studi Islam berbasis tradisi, terbuka bagi siapa saja yang ingin belajar agama dalam suasana kekeluargaan dan keikhlasan khas masyarakat desa. (H Rizal).