MEDIABBC.co.id – JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) terus membongkar skandal suap terkait vonis lepas perkara korupsi persetujuan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) periode 2021-2022. Terbaru, Korps Adhyaksa menyebutkan bahwa Head of Social Security and License Wilmar Group, Muhammad Syafei, diduga kuat berperan sebagai pemberi dana suap senilai Rp60 miliar.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, memaparkan kronologi dugaan suap tersebut dalam konferensi pers pada Selasa (15/4) malam. Qohar menjelaskan bahwa permintaan ‘pengurusan’ perkara awalnya disampaikan oleh Wahyu Gunawan, yang saat itu menjabat sebagai Panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, kepada Ariyanto Bakri, seorang pengacara yang mewakili tiga korporasi.
Mendapatkan permintaan dana Rp60 miliar sebagai imbalan vonis lepas dari Wahyu, Ariyanto kemudian melaporkannya kepada rekannya, Marcella Santoso.
“Lalu Tersangka MS (Marcella) menghubungi MSY (Syafei) dan menyanggupi akan menyiapkan permintaan tersebut dalam mata uang asing yakni SGD atau USD,” ungkap Qohar.
Selang tiga hari kemudian, Syafei menghubungi Marcella dan menginformasikan bahwa dana yang diminta telah tersedia. Syafei lantas menanyakan lokasi penyerahan uang suap tersebut.
Menurut Qohar, Marcella kemudian mengarahkan Syafei untuk berkoordinasi langsung dengan Ariyanto Bakri. Keduanya lalu bertemu di area parkir di kawasan SCBD, Jakarta Selatan.
“Selanjutnya MSY menyerahkan uang tersebut kepada tersangka AR (Ariyanto). Kemudian uang tersebut oleh Tersangka AR diantar ke rumah tersangka WG (Wahyu),” jelas Dirdik Jampidsus.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan total delapan tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait vonis lepas dalam perkara korupsi ekspor CPO.
Ketujuh tersangka lainnya adalah Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, pengacara Marcella Santoso dan Ariyanto, Panitera Muda PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan, serta tiga hakim majelis pemberi vonis lepas, yaitu Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom.
Abdul Qohar sebelumnya mengungkapkan adanya bukti pemberian suap sebesar Rp60 miliar dari Marcella Santoso dan Ariyanto, yang bertindak sebagai pengacara dari PT Permata Hijau Group, PT Wilmar Group, dan PT Musim Mas Group.
Uang haram tersebut diduga diterima oleh Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, melalui perantara Wahyu Gunawan. Qohar menegaskan bahwa Arif Nuryanta diduga memanfaatkan jabatannya untuk mengatur vonis lepas bagi ketiga terdakwa korporasi dalam kasus korupsi minyak goreng yang merugikan negara.
(Red)