L

Novel Baru di Kasus Sengketa KOPSUDAS: Ahli Pidana Unsri Dukung Klaim Pemilik Tanah, Desak Polda Sumsel Bertindak

 

 

 

 

MEDIABBC.co.id,PALEMBANG, (SENIN,07/06/2025)–

Tim Kuasa Hukum para pemilik kapling tanah KOPSUDAS secara resmi melayangkan sanggahan terhadap Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) dari Polda Sumatera Selatan. Sanggahan ini diajukan menyusul keputusan Polda Sumsel yang menghentikan penyelidikan perkara sengketa tanah yang melibatkan ratusan warga.

Surat sanggahan tersebut langsung ditujukan kepada Kapolda Sumsel dan turut disertai permohonan agar penyelidikan kasus ini dibuka kembali.

Dihubungi oleh wartawan via WhatsApp, Ahmad Rendy, S.H., selaku kuasa hukum Bapak Moh. Effendi – Ketua Tim 7 dan perwakilan resmi dari 536 orang pemilik kapling tanah KOPSUDAS – menegaskan bahwa penghentian penyelidikan tersebut tidak berdasar dan bertentangan dengan fakta hukum.

“SP2HP itu menyatakan tidak terpenuhi unsur pidana dan menyebut terlapor memiliki legal standing atas tanah. Tapi kami tegaskan, itu tidak berdasar.

Unsur pidana sudah terpenuhi secara sempurna. Penguasaan tanah oleh terlapor tidak sah, karena berdasarkan surat kuasa substitusi dari almarhum Imron yang secara hukum sudah tidak berlaku setelah pemberi kuasa meninggal,” ujar Rendy dengan nada tegas.

Sebagai upaya hukum lanjutan, pihak kuasa hukum turut melampirkan novum atau bukti baru berupa Legal Opinion (Pendapat Hukum) dari ahli pidana Universitas Sriwijaya (Unsri), Dr. Artha Febriansyah, S.H., M.H. Pendapat ahli ini secara kuat mendukung klaim para pelapor.

“Keterangan ahli ini menjadi bukti penting karena menjelaskan secara ilmiah dan objektif bahwa terdapat unsur pidana. Pendapat beliau sejalan dengan analisis hukum kami,” jelas Rendy, menekankan validitas bukti baru tersebut.

Surat sanggahan dan novum telah disampaikan secara resmi ke Kapolda Sumsel serta ke Ditreskrimum melalui Kasubdit III. Namun, Rendy menyatakan bahwa jika proses ini tidak ditindaklanjuti, pihaknya siap mengajukan praperadilan.

“Kami tidak akan berhenti. Hak 536 warga telah dirampas. Kami hanya ingin proses hukum berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Jika polisi tegak lurus dan netral, seharusnya para terlapor sudah berstatus tersangka dan proses penyidikan dilanjutkan,” tegas Rendy, menyuarakan tuntutan keadilan bagi kliennya.

Polemik ini menambah panjang daftar persoalan agraria di Sumatera Selatan yang masih menanti kejelasan hukum. Para pemilik kapling KOPSUDAS berharap keadilan dapat ditegakkan tanpa pandang bulu.(H Rizal).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *