Terkait “Istri Almarhum Tagih Keadilan ke BRI Sekayu: Nasabah Meninggal, Utang Tetap Ditagih,Jadi sorotan publik !

MEDIABBC.co.id – SEKAYU – Nila Chrisna, istri dari almarhum Ikhwani, menghadapi beban berat setelah pihak Bank BRI Cabang Sekayu terus melakukan penagihan utang pinjaman meski suaminya telah meninggal sejak 2015.

Kasus ini menjadi sorotan setelah Nila terpaksa berhenti membayar tagihan karena kondisi keuangan yang memburuk.

Nila sempat melanjutkan pembayaran utang sebesar Rp5 juta per bulan selama 20 bulan, dengan total mencapai Rp100 juta. Namun, penagihan terus berlanjut tanpa mempertimbangkan situasi yang ia hadapi. “Setiap bulan saya menerima tagihan, saya merasa tertekan. Kenapa bank tidak mempertimbangkan kondisi saya?” ungkap Nila pada Kamis (04-09-2025).

Dalam mediasi yang dihadiri oleh perwakilan BRI, Nila, serta berbagai pihak pendamping seperti DPD LAN Muba dan media, terungkap sejumlah fakta mengejutkan. Pihak BRI beralasan bahwa almarhum Ikhwani tidak terdaftar sebagai penerima asuransi kematian, melainkan asuransi kebakaran.

Namun, Nila membantah, menegaskan bahwa brosur dan perjanjian awal menunjukkan adanya pemotongan untuk asuransi jiwa dan asuransi kebakaran. Heru Wijaya, perwakilan BRI, menyebutkan bahwa brosur hanya “bersifat penawaran dan tidak mengikat.” Pernyataan ini dinilai kontroversial dan merugikan nasabah.

Kondisi semakin memanas ketika terungkap dugaan manipulasi data administrasi. Bank BRI diduga memindahkan tanggung jawab utang almarhum kepada Nila secara sepihak, bahkan menggunakan rekening almarhum untuk pembayaran.

“Ini adalah bank pemerintah yang seharusnya menjunjung tinggi hak nasabah,” kata Pitriandi, Ketua DPD LAN Muba. Ia juga mengingatkan bahwa praktik penagihan seperti ini dapat melanggar peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), khususnya terkait larangan “sistem renteng.”

Ardiansyah, seorang pengamat perbankan, menambahkan bahwa jika pinjaman ini termasuk UMKM, seharusnya ada program penghapusan utang sesuai kebijakan pemerintah. Namun, pihak BRI mengakui “lupa” mengajukan nasabah ini ke dalam program tersebut.

Nila Chrisna menuntut agar BRI segera mengembalikan sertifikat hak milik yang menjadi jaminan, serta memberikan penjelasan atas pembayaran yang sudah ia lakukan. Ia juga menegaskan akan mengambil langkah hukum dengan melapor ke Ombudsman, OJK, dan BPKN jika kasus ini tidak segera diselesaikan.

Pitriandi menyatakan, jika tidak ada kejelasan dari pihak BRI, ia akan memimpin demo besar-besaran untuk menuntut keadilan. Kasus ini menjadi pengingat bagi masyarakat tentang pentingnya transparansi perbankan dan perlindungan hak-hak konsumen.

Terkait hal tersebut, koalisi mata publik Sumatera Selatan M. Mukhlis mendesak pihak Bank BRI segera melakukan evaluasi kinerja dan mempertegas hak dan kewajibannya terhadap nasabah, mengingat Bank BRI adalah bank pemerintah. “Jangan sampai kepercayaan masyarakat terhadap Bank BRI luntur,” ujar Mukhlis.

Maka dari itu kami dari koalisi mata publik bersama ketua umum akan melakukan aksi di kantor Bank BRI dalam waktu dekat dengan tuntutan:

Meminta pihak Bank BRI menghapus sisa utang pinjaman almarhum Ikhwani.

Meminta pengembalian sertifikat ahli waris yang jadi jaminan.

Meminta pihak Bank BRI memberikan hak santunan ahli waris.

Karena dalam mediasi pada tanggal 4 September 2025 kemarin, pihak Bank BRI cabang Sekayu tidak bisa memberikan jawaban karena “lupa” mengajukan nasabah ini ke dalam program penghapusan utang sesuai kebijakan pemerintah.

“Patut kami curigai bahwa oknum Bank BRI tidak menjalankan program pemerintah. Kami minta segera oknum yang terlibat ditindak dan dievaluasi, demi kebaikan untuk Bank BRI sendiri,” tegas Mukhlis.

 

(Jack)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *