MEDIABBC.co.id – Bekasi – Forum Komunikasi Masyarakat Madani (FK Madani) mendesak Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi, untuk segera menginstruksikan dinas terkait menyelidiki tuntas sumber bau gas misterius yang meresahkan warga di sekitar Warung Bongkok hingga Villa Mutiara dan Metland Cibitung, Kabupaten Bekasi. Bau menyengat yang menyerupai gas, solar, atau bahkan ban bekas ini telah menyebabkan gangguan pernapasan, terutama pada anak-anak.
Koordinator FK Madani, Ahmad Syarifuddin, menyatakan bahwa warga telah lama menderita akibat dampak bau yang muncul secara berkala ini.
“Bau menyengat ini sangat mengganggu dan yang paling mengkhawatirkan adalah dampaknya pada kesehatan pernapasan anak-anak. Kami sangat menduga ini bukan kejadian alamiah,” tegasnya.
FK Madani mencurigai kemunculan bau yang sering terjadi pada malam hari atau saat hujan deras sebagai upaya untuk menghindari perhatian dan pengawasan publik. “Pola waktu kemunculan bau ini mengindikasikan adanya kesengajaan untuk menyamarkannya. Kami mendesak Gubernur untuk tidak ragu mengambil tindakan tegas,” lanjut Ahmad.
Abi, seorang warga Metland Cibitung, membenarkan keluhan tersebut. Sejak pindah ke perumahannya, ia kerap mengalami masalah pernapasan. “Saya sering sekali sesak napas dan dada terasa berat. Dulu saya tidak pernah begini. Memang terkadang tercium bau gas menyengat yang membuat dada sesak,” ungkapnya.
FK Madani menekankan bahwa jika terbukti ada pelanggaran hukum, aparat penegak hukum harus dilibatkan. Mereka menilai masalah ini bukan hanya persoalan administratif, tetapi berpotensi menjadi tindak pidana lingkungan hidup. “Jika ada indikasi pelanggaran, jangan ragu melibatkan kepolisian atau penyidik lingkungan hidup. Ini menyangkut kesehatan dan nyawa warga,” imbuh Ahmad.
FK Madani mengingatkan akan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menjamin hak setiap orang atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 yang mengakui hak atas lingkungan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia. Mereka juga menyoroti Pasal 98 hingga 112 UU PPLH yang membuka ruang bagi proses pidana terhadap pelaku pencemaran lingkungan.
(Kelana 003)