Diduga Tipu Miliaran, Eks Politikus Demokrat Azmi Shofiq Dilaporkan ke Polisi: Modus Cek Kosong & Bisnis Fiktif

MEDIABBC.co.id, PALEMBANG, –

Nama mantan anggota DPRD Sumatera Selatan, Azmi Shofiq, kembali jadi sorotan. Bersama sang ayah, Sobirin bin Soma, eks Ketua DPC Partai Demokrat OKU Timur itu kini dilaporkan dalam serangkaian dugaan penipuan bernilai miliaran rupiah.

Hingga pertengahan Agustus, tercatat empat laporan resmi telah masuk ke kepolisian: tiga laporan ke Polda Sumsel dan satu ke Polres OKU Timur, dengan total kerugian ditaksir lebih dari Rp 2,7 miliar.

Modus yang digunakan diduga melibatkan rekayasa kepercayaan, pembayaran awal untuk memancing keyakinan, dan penyerahan cek kosong yang tak dapat dicairkan. Pola ini, menurut tim kuasa hukum para korban, telah memenuhi unsur penipuan dan penggelapan, sebagaimana diatur dalam Pasal 378 dan 372 KUHP.

Dari tiga laporan di Polda Sumsel, nilai kerugian korban mencapai total Rp 900 juta, mayoritas terkait transaksi bisnis beras. Kuasa hukum korban, Septiani, S.H., menyatakan bukti telah lengkap: mulai dari bukti transfer, pengiriman barang, hingga komunikasi digital yang mengindikasikan niat jahat sejak awal transaksi.

“Ini bukan dugaan tanpa dasar. Bukti fisik dan saksi sudah kami serahkan. Bahkan pada 13 Agustus, korban telah dimintai keterangan oleh penyidik,” kata Septiani, Kamis (14/8).

Sementara itu, laporan di Polres OKU Timur yang diajukan oleh pengusaha Heriyanto, mencakup nilai kerugian lebih besar, yakni Rp 1,8 miliar. Namun penanganan laporan ini memunculkan polemik baru: penyidik sempat menyebut kasus ini ranah perdata, bukan pidana.

Pernyataan ini langsung dibantah keras oleh tim hukum korban.

“Ini bukan urusan wanprestasi biasa,” tegas Muhamad Khoiry Lizani, S.H., salah satu kuasa hukum korban. “Kami punya bukti pelaku membangun kepercayaan, lalu berhenti membayar ketika barang sudah dikirim dalam jumlah besar, bahkan menggunakan cek kosong. Ini masuk ke pidana, bukan perdata.”

Ia menambahkan, pemutihan hukum dengan menyebut kasus sebagai ‘sengketa perdata’ adalah pola lama yang kerap digunakan untuk menghindari jerat pidana.

Sementara itu, kuasa hukum lain, Sri Agria Sekar Retno, S.H., menyoroti kerugian imateriil yang dialami para korban. “Reputasi mereka sebagai pelaku usaha hancur. Ini bukan hanya soal uang, tapi soal kehormatan dan kepercayaan dalam relasi bisnis.”

Dalam pertemuan dengan Kanit Pidum Polres OKU Timur AKP Sudono, tim hukum menuntut profesionalisme penyidik.

Sandi Kurniawan, S.H., menyatakan bahwa mereka siap menempuh jalur hukum lebih tinggi jika kasus ini tak ditangani secara serius.

“Jika perlu, kami akan bawa perkara ini ke atasannya langsung, atau ke Propam, bahkan ke Kompolnas. Hukum tidak boleh tumpul ke atas dan tajam ke bawah,” ujarnya.

Ini bukan kali pertama nama Azmi Shofiq terseret kasus dugaan penipuan. Pada 2023, ia pernah dilaporkan ke Polda Sumsel dalam perkara perekrutan tenaga pendamping pertanian dan perikanan, dengan kerugian mencapai Rp 105 juta. Namun hingga kini, tidak ada kejelasan soal kelanjutan kasus tersebut.

Rekam jejak ini memperkuat dugaan bahwa praktik serupa dilakukan berulang, dengan korban yang berbeda.

Gelombang laporan dan nilai kerugian yang fantastis membuat tekanan publik terhadap aparat penegak hukum kian besar. Sejumlah aktivis hukum menyebut, jika kasus ini tidak diproses sebagai tindak pidana, maka kepercayaan terhadap institusi hukum akan terus merosot.

“Kalau pelaku yang punya latar belakang politik bisa lolos, ini sinyal buruk bagi penegakan hukum kita,” ujar seorang pegiat hukum di Palembang yang enggan disebut namanya.

Tim hukum menyatakan siap menyerahkan dokumen tambahan, termasuk bukti transfer, kwitansi, rekaman percakapan, dan dokumen pengiriman barang, untuk memperkuat laporan.

“Semua bukti sudah disiapkan. Sekarang tinggal keberanian aparat untuk memprosesnya secara terbuka dan adil,” ujar Septiani.

Kasus ini kini menjadi ujian serius bagi aparat di Sumatera Selatan. Dengan kerugian mencapai miliaran rupiah, modus yang berulang, dan laporan yang terus bertambah, publik menanti: Apakah hukum benar-benar berlaku sama untuk semua warga negara?

Seperti disampaikan Muhamad Khoiry Lizani, S.H., “Ini bukan urusan bisnis gagal, ini murni penipuan. Dan siapa pun pelakunya, harus diadili secara pidana.”***(H Rizal).

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *